MATARAM-Penyidik Tipikor Polda NTB mendapat data tambahan dari Ombudsman RI (ORI) Perwakilan NTB. Data baru ini menjadi petunjuk penting guna mengungkap dugaan korupsi dalam pembelian buku kurikulum 2013 (K13) di lingkup Kemenag.
Data tambahan tersebut diberikan ORI NTB dalam koordinasinya bersama penyidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB, Selasa sore (13/11). Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Syamsudin Baharuddin membenarkan adanya informasi dan data baru dari ORI NTB.
”Iya, ada diberikan,” kata Syamsudin, kemarin (14/11).
Disinggung mengenai data apa saja yang diberi ORI NTB, Syamsudin menolak untuk menyebutkannya. Kata dia, data tersebut masuk dalam materi penyelidikan jajarannya. ”Tidak usah dirinci. Yang pasti, terkait dengan proses pembelian buku K13 yang dilakukan madrasah dengan menggunakan dana BOS,” ujar dia.
Dalam penyelidikan kasus ini, penyidik tipikor terus berkoordinasi dengan ORI NTB. Ini tak terlepas dari mencuatnya dugaan korupsi berdasarkan dugaan maladministrasi yang ditelusuri ORI NTB.
Syamsudin mengatakan, ada beberapa bukti yang ditemukan ORI NTB di penelusuran dugaan maladministrasi yang terkait dengan tindak pidana tipikor. ”Selain penyidik yang juga mencari (bukti), ada juga yang kita dapatkan berdasarkan koordinasi bersama ORI NTB,” sebut Syamsudin.
Sebelumnya, Adhar Hakim menyebut ORI NTB telah menerima dan mendapatkan bukti tambahan. Seluruhnya diperoleh dari hasil pemeriksaan pejabat Kemenag NTB hingga madrasah.
Bukti tersebut tidak saja mengenai dokumen. Ombudsman juga mendapat bukti percakapan via chat whatsapp dari sejumlah madrasah. Isinya mengenai upaya paksaan untuk pembelian buku yang dilakukan 2.256 madrasah.
Dugaan pemaksaan dilakukan melalui mekanisme monopoli alur penjualan. Secara teknis, ini bertentangan dengan SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3525 Tahun 2017 tentang Penetapan Madrasah Pelaksana Kurikulum 2013.
Di SK tersebut telah diatur tidak ada pemaksaan untuk pembelian buku K13. Bukan itu saja, untuk penerapan K13 juga dilakukan secara bertahap. Tidak serta merta, seperti yang diduga dilakukan Kemenag NTB melalui modus pembelian bukunya.
Jika merujuk petunjuk teknis, seharusnya madrasah bebas membeli melalui perusahaan mana saja. Tetapi, dalam praktiknya ada mekanisme yang mengkondisikan hanya satu perusahaan saja yang mengendalikan seluruh pembelian buku K13.(dit/r2)